Inilah 5 Kisah Miris Pendemo Yang Tewas Memperjuangkan Nasibnya

loading...
Ketika suara tak didengar dan segala upaya tak dianggap, maka demo kemudian dijadikan solusi untuk menuntut keadilan. Tapi, kadang cara ini juga tak seratus persen berhasil, malah bisa berbalik celaka bagi para penggiatnya. Bukan cuma cidera, tapi hilangnya nyawa. Salah satu contohnya adalah Patmi, seorang petani yang belakangan masyhur namanya sebagai pahlawan di tempatnya berasal.

Ya, Patmi diketahui meninggal beberapa waktu lalu pasca melakukan demo untuk menuntut keadilan. Kematian memang takdir, tapi mekanisme mati seperti ini sungguh memiriskan hati. Tatkala berjuang untuk menuntut hak, malah dipanggil lebih dulu. Tak hanya Patmi, masih banyak demonstran lain yang mengalami hal serupa. Siapa saja mereka? Simak ulasannya berikut.

1. Patmi, Pendemo Pembangunan Pabrik Semen di Rembang

Patmi adalah salah satu dari 55 warga Pati yang berangkat ke Jakarta. Setibanya pada 16 Maret lalu, ia pun menyemen kakinya di depan Istana Negara.  Berharap pemerintah luluh dan mencabut izin yang telah diberikan kepada PT Semen Indonesia. Tak kunjung membuahkan hasil, pada 20 Maret Patmi dan beberapa orang diminta membongkar coran semen dan bersiap pulang.

Aksi ini rencananya hanya dilanjutkan 9 orang. Sayangnya sekitar pukul 02.30 WIB keesokan harinya tiba-tiba Patmi kejang-kejang dan muntah. Ia pun berusaha dilarikan ke RS St. Carolus. Namun sebelum sampai di rumah sakit tujuan, warga desa Larang itu sudah bertemu ajalnya. Diduga, kejadian ini dipicu oleh serangan jantung.

2. Rasmanidar, Guru Honorer yang Protes Tak Lulus CPNS

Guru honorer itu meninggal (25 Februari 2014) setelah mengikuti demo yang bertujuan untuk protes tak diluluskan sebagai CPNS. Dialah Rasmanidar, janda tiga anak yang ikut demo di Meulaboh, Aceh Barat. Perempuan yang bekerja sebagai guru di SMPN 3 Kaway XVI itu mengalami kelelahan hingga meninggal dunia.

Ia adalah salah satu dari 100 honorer K2 yang gagal seleksi CPNS. Warga Desa Lapang Kecamatan Lohan Pahlawan itu meninggal saat sedang dilakukan perawatan oleh tim medis RSUD Cut Nyak Dhien.

3. Sartono Sembiring, Korban Erupsi Sinabung yang Menuntut Dana Relokasi

Sartono adalah satu dari 300 orang yang menjadi korban erupsi Gunung Sinabung. Pada 18 Januari 2016 lalu, Sartono (61 tahun) dan rekan senasibnya melakukan aksi protes ke Kantor Bupati Karo di Kota Kebanjahe. Mereka menuntut agar pencairan uang relokasi tahap II yang ditunda segera dicairkan.

Karena pihak pemerintah belum bisa mencairkan dana, demonstran akhirnya marah dan terlibat aksi saling dorong dengan personel satpol PP. Kejadian itu menyebabkan Sartono terjatuh dan pingsan. Pria dari desa Gurukinayan itu akhirnya dilarikan ke Rumah Sakit Umum Ester Kabanjahe. Sayang saat sampai di rumah sakit, nyawanya tak tertolong lagi.

4. Syahrie, Meninggal Saat Demo 4 November 2016

Aksi demo 4 November 2016 lalu sempat menimbulkan ketegangan. Hal ini menyebabkan satu orang meninggal dunia. Korban bernama Syahrie Oemar Yunan, yang tidak kuat terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan. Hal ini dikonfirmasi anak Syahrie yang mendapat keterangan dari pihak rumah sakit. Meski begitu, ada pihak lain yang menyatakan Syahrie meninggal karena asma.

Belum jelas pendapat mana yang benar. Yang jelas, Syahrie yang berusia 65 tahun itu sempat dilarikan ke RSPAD Gatot Soebroto sebelum akhirnya meninggal di rumah sakit itu. Menurut keluarga, Syahrie ikut aksi demo murni karena ingin membela agama Islam tanpa kepentingan politik.

5. Hathim, Pendemo Tolak Ahok sebagai Gubernur DKI

Hathim adalah salah satu dari 21 anggota Front Pembela Islam (FPI) yang menjadi tahanan Polda Metro Jaya. Hal ini terkait tindak kekerasan melempari polisi dengan batu dan bambu saat aksi demo menuntut penolakan Gubernur DKI. Usai menjalani sidang pada Rabu 4 Maret 2015, Hathim sudah merasa lemas dan dirujuk ke Rumah Sakit Polri di Kramat Jati.

Ternyata diketahui pria berusia 55 tahun tersebut mengalami komplikasi jantung dan diabetes. Setelah dirawat selama 2 hari, akhirnya warga Kampung Cirabat Desa Babatan Mulya itu meninggal pada tanggal 6 Maret 2015.

Kisah-kisah di atas jadi bukti tak terbantahkan tentang kuasa Tuhan akan kematian. Ya, ketika Dia menghendaki salah satu umatnya mati, maka itu akan terjadi sesuai dengan keinginanNya. Termasuk ketika sedang berdemo menuntut keadilan. Meskipun mati adalah takdir, tapi kita harus tetap menjaga diri dan kesehatan. Jika tubuh dirasa tak mampu untuk ikut demo, maka jangan sekali-kali dipaksakan.


#Baca juga artikel / berita lainnya berikut ini  :

loading...