Hakim Mahkamah Agung Terbaik, Artidjo Alkostar

loading...
udah pada putus asa, apalagi baru-baru ini, MK (Mahkamah konstitusi) kesandung skandal parah...

tapi di balik boroknya hukum di Indonesia, masih ada segelintir orang yang berabi dan jujur gan..
masih ada kok..


Baca juga artikel terkait lainnya yang tak kalah unik dan seru berikut ini :
  1. Kehidupan Keluarga Yang Tidak Lazim
  2. Benda Ini Tidak Bisa Dipindahkan Dengan Cara Apapun
  3. Inilah Cara Lucu Deteksi Jenis Kelamin Bayi Tanpa USG
  4. Astaghfirullah, Inilah 26 Dosa Istri Terhadap Suami, Nomor 17 Sering Di Lakukan 
  5. Mengaku Dirinya Adalah Tuhan




salah satunya beliau ini..
yang menurut ane adalah hakim Mahkamah Agung terbaik di Indonesia saat ini..



Hakim Mahkamah Agung Terbaik


Profil:
Namanya Dr. H. Artidjo Alkostar, AH., LLM, Hakim kamar Mahkamah agung Indonesia, lahir di situbondo, jawa timur 22 mei 1948, sebelum jadi hakim MA, beliau adalah dosen di fakultas Hukum UII yogyakarta sampai sekarang, alumni FH UII, dan doktor di FH UNDIP semarang, beliau pernah jadi anggota LBH kasus timor leste dan pengacara hak asasi manusia di colombia university, Amerika serikat.. hidupnya dulu sederhana gan, tapi pekerja keras. kinerja dan disertasinya di bidang hukum sangat luar biasa dan membuatnya terpilih jadi hakim Mahkamah agung


berikut beberapa Sepak terjang hakim Artdjo yang WAW menurut ane di zaman skarang

kasus Angelina sondakh:
ini kasus baru aja terjadi gan, Mahkamah Agung memperberat hukuman Angelina dari HANYA 4 tahun 6 bulan menjadi 12 tahun penjara dan hukuman denda Rp 500 juta. Selain itu, majelis kasasi juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 12,58 miliar dan USD 2,35 juta. (padahal sebelumnya, angie ga disuruh bayar apa-apa)

Pidana tambahan ini baru dijatuhkan MA karena pengadilan sebelumnya, yakni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi maupun Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, TIDAK menjatuhkan pidana uang pengganti.

sumber : http://www.merdeka.com/peristiwa/ini...a-sondakh.html
http://www.merdeka.com/peristiwa/kpk...an-sosial.html



hukum mati 2 orang kasus narkotika ALung:
Tribunnews.com, Jakarta — Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar kembali membuat kejutan. Bersama Hakim Agung Sri Murwahuni dan Suryajaya, Senin (21/10/2013), mereka memperberat hukuman terdakwa kasus psikotropika dari HANYA 1 tahun menjadi 20 tahun penjara (padhal Sebelumnya, jaksa cuma menuntut Alung dengan 8 tahun penjara dan denda Rp 15 juta, eh malah di tambah ma beliau )
sumber http://www.tribunnews.com/nasional/2...njadi-20-tahun


Hukuman Mati narkotika:
Mahkamah Agung, Rabu (23/10/2013), menjatuhkan pidana mati kepada Giam Hwei Liang alias Hartoni Jaya Buana. Hartoni mengendalikan peredaran narkoba di wilayah Banjarmasin dari dalam Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Putusan itu dijatuhkan majelis kasasi yang dipimpin oleh Ketua Kamar Pidana MA Artidjo Alkostar dengan hakim anggota Sri Murwahyuni dan Suhadi
”Terdakwa ini residivis,” kata Artidjo, mengapa MA memidana mati Hartoni.

padahal, Hartoni sebenarnya telah dihukum selama delapan tahun penjara oleh PN Banjarmasin karena mengedarkan narkoba

Kasus ini juga membuat Kepala Subbidang Pembinaan dan Pendidikan LP Narkotika Nusakambangan Fob Budiyono dihukum tujuh tahun penjara oleh PN Cilacap. PT Semarang sempat mengurangi hukuman Fob menjadi lima tahun, tetapi MA mengembalikan hukuman Fob seperti yang dijatuhkan PN Cilacap. Sementara itu, Syafrudin (teman alung) yang semula dihukum 20 tahun penjara oleh PN Cilacap juga dijatuhi hukuman mati oleh MA

sumber: http://nasional.kompas.com/read/2013...i.Hukuman.Mati


kasus bank bali joko tjandra:
kasus ini di vonis beliau 20 tahun penjara, di saat 2 hakim lain MA memutuskan bebas, Artidjo melawan arus, dan perkara ini menjadi perkara awal kegeraman beliau melawan ketidakadilan, padahal di tingkat pengadilan pertama Direktur Utama PT Era Giat Prima Djoko S Tjandra dan mantan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, di vonis bebas.. karena terlalu berani, hakim Artidjo diganti, dan sekarang vonis MA kepada mereka hanya 2 tahun penjara, itupun sampai skarang masih buron jadi warga negara papua new guniea

sumber http://news.detik..com/read/2012/07/...i-warga-png%22


kasus Tommy hindratno dan zen umar:
Tommy hindratno menggelapkan dan korupsi pajak dihukum 10 tahun penjara oleh hakim Artidjo, protes dilayangkan karena nilai penerimaan uang hanya 280 juta rupiah sedangkan kasus-kasus korupsi lainnya yang mencapai milyaran tidak ada yang dsampai segitu, tapi hakim Artidjo tak bergeming

"Saya tidak menoleransi korupsi. Bagi saya, itu zero tolerance karena yang dipertaruhkan martabat bangsa" katanya

zen umar di hukum 15 tahun atas pencucian uang dan korupsi dimana rata-rata hukuman koruptor di indonesia hanya 3-5 tahun saja

sumber:http://nasional.kompas.com/read/2013/10/03/0953568/Artidjo.Alkostar.Korupsi.Jangan.Ditoleransi.


Berikut pandangan beberapa tokoh tentang beliau..
"Putusan MA (oleh hakim Artidjo) mencerminkan ketajaman rasa kepekaan dan keadilan sosial. Vonis tersebut diputuskan di tengah-tengah pusaran pemikiran hukum para penegak hukum yang masih kolot dan tandus dari roh keadilan," tulis Busyro (KPK) kepada Merdeka.com Kamis (21/11)


"Orang seperti Artidjo dibutuhkan bangsa ini yang memberi keputusan adil untuk kepentingan hukum dan rakyat banyak. Orang seperti Artidjo ini harus memiliki idealisme tinggi, dan urat takutnya tidak berfungsi,dia Supeman" kata Martin,Anggota Komisi III DPR RI di Kompleks Gedung Parlemen, Jakarta.

"Saya pernah tanya sama orang dalam MA dan saya mendapatkan konfirmasi bahwa dia adalah seorang hakim idealis, dia bisa saja jadi ketua MK, celakanya saya tidak yakin dia terpilih karena ada kualitas dan integritas Artidjo yang baik. Di MA itu perlu dicatat, banyak yang tidak baiknya jika dibandingkan dengan yang baik" Hermawanto, Direktur Inisiatif Institute yang juga mantan aktivis LBH Jakarta (2012 ketika pemilihan ketua MA)


"Integritasnya sangat baik, Setidaknya itu bisa kita lihat dari putusan yang dia keluarkan yang banyak mencerminkan rasa keadilan masyarakat
Salah satu contohnya, ketika Artidjo mengajukan dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam Sidang Majelis Kasasi atas perkara Rasminah, nenek yang dituduh mencuri piring oleh majikannya 31 Mei 2011 yang lalu, dengan menyatakan Rasminah tidak bersalah" Alvon Kurnia Palma, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2011


"oase di tengah kekeringan" ane 2013

"** SENSOR **, kenape die yang ngurusin perkara ane?? ga jadi bebas gue.." KORUPTOR 2013



salah satu wawancara dengan beliau..
Artidjo.Alkostar.Korupsi.Jangan.Ditoleransi:
KOMPAS.com - Tahun lalu, lebih dari separuh perkara korupsi yang diajukan ke Mahkamah Agung melalui upaya hukum kasasi dan peninjauan kembali hanya dijatuhi hukuman antara satu dan dua tahun. Angka persisnya adalah 60,68 persen atau 269 perkara. Hukuman yang minimalis.

Tahun ini, publik bahkan lebih terkejut dengan vonis bebas terhadap buron Kejaksaan Agung yang diduga merugikan negara 98 juta dollar AS dan Rp 369 miliar. Kondisi tersebut sempat meredupkan harapan akan berhasilnya pemberantasan korupsi di republik ini. Kerja penegak hukum (polisi, jaksa, dan Komisi Pemberantasan Korupsi) mengejar pelaku korupsi seakan menjadi sia-sia jika pada akhirnya lembaga peradilan tinggi memutus bebas si terdakwa.

Akhir September lalu, MA memberikan kejutan. Tim majelis hakim yang dipimpin Artidjo Alkostar, yang juga Ketua Kamar Pidana, memidana kasus korupsi dan pencucian uang tiga kali lipat lebih berat dibandingkan putusan pengadilan tingkat pertama. Putusan itu menjadi semacam oase yang mampu menghidupkan harapan akan keadilan. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Artidjo di Gedung MA, Selasa (1/10/2013):

Bagaimana bapak memandang korupsi?

Korupsi itu seperti penyakit kanker. Dalam sejarah, tidak ada negara yang sanggup menanggungnya. Kalau sudah korup, (negara) itu biasanya kolaps. Korupsi itu tidak hanya terkait dengan hilangnya keuangan negara, tetapi sebetulnya korupsi itu juga melanggar hak asasi manusia (HAM). Dampaknya bagi kehidupan bernegara, terutama bagi masyarakat bawah yang termiskinkan, harus diperhitungkan. Jadi, kita mesti mengacu kepada korban.

Tidak hanya hari-hari ini saja saya menjatuhkan pidana berat kepada pelaku korupsi. Sejak dahulu, sejak awal-awal menjadi hakim agung, saya dilibatkan dalam penanganan perkara korupsi Presiden Soeharto dan skandal Bank Bali. Saya tidak menoleransi korupsi. Bagi saya, itu zero tolerance karena yang dipertaruhkan martabat bangsa.

Dalam kasus Tommy Hindratno, mengapa bapak menghukum 10 tahun penjara? Padahal, kasus itu hanya terkait dengan penerimaan uang Rp 280 juta? Bukan miliaran seperti kasus lain?

Ini, kan, korupsi pajak. Pajak itu sumber pendapatan negara. Bayangkan saja kalau itu bisa dipermainkan. Istilahnya dinego dan tidak masuk ke negara. Meski ini tidak bisa dirasakan langsung oleh rakyat, saya kira karena pendapatan negara yang paling utama itu dari pajak. Jadi, bukan hanya masalah nominalnya saja, melainkan juga melihat sifat kejahatannya. Apalagi, dalam kasus Tommy Hindratno, (nego) itu (dilakukan) dari Surabaya sampai ke Jakarta. Lalu, ditangkap di Jakarta. Luar biasa itu. Kok, tindakan begitu seolah- olah biasa. Ini tak bisa ditoleransi. Di samping sifat kejahatannya, ini yang dikorupsi adalah uang rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat.

Bagaimana dengan perkara Zen Umar, terdakwa korupsi dan pencucian uang yang dihukum 15 tahun?

Dalam kasus itu, ada dua perbuatan yang dilanggar, yaitu korupsi dan pencucian uang. Jadi, ini terkait sistem pemidanaan. Masing-masing harus dipidana, jangan hanya satu.

Banyak yang belum memahami hal itu?

Hal ini sudah seharusnya dipahami pengadilan di bawah. Pencucian uang itu merupakan kejahatan yang sangat canggih. Yang berkembang sekarang ini adalah wacana menyita kekayaan terdakwa yang berhubungan dengan pencucian uang. Ini bisa merembet ke mana-mana. Asal ada benang merahnya saja.

Apakah para hakim agung di Kamar Pidana MA sudah punya pandangan seragam?

Saya kira belum merata. Namun, arah pengarusutamaan dapat dibuktikan dengan putusan Bahasyim Assifie dan Wa Ode Nurhayati. Mungkin ada hakim yang belum sepaham karena setiap hakim memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang berbeda. Namun, saya kira ini akan berproses di kamar pidana. Yang sudah muncul dan ditunjukkan MA dalam perkara Bahasyim Assifie (dihukum 12 tahun dan merampas hartanya Rp 60,9 miliar dan 681.147 dollar Amerika), Wa Ode Nurhayati (dihukum 6 tahun penjara), dan Zen Umar ini.

Bapak setuju dengan gagasan pemiskinan koruptor?

Sebetulnya pemiskinan itu istilah umum, istilah sosiologis. Dari segi hukum, artinya jangan memutus minimalis. Akan tetapi, itu harus dimaknai sesuai undang-undang, khususnya UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 18 yang menyebutkan tentang uang pengganti yang sebanyak-banyaknya. Roh atau misi utama UU Pemberantasan Tipikor adalah pengembalian uang negara. Itu misi yang sebenarnya.

Pasal 18 menyebut dengan jelas. Bahasanya adalah mengganti kerugian negara sebanyak-banyaknya dari uang yang diperoleh, bukan yang dinikmati. Yang terjadi sekarang ini menyempitkan, seolah uang pengganti itu yang dinikmati oleh terdakwa saja. Itu salah. Meski uang itu diserahkan kepada istrinya, anaknya, atau kepada orang lain, harus dirampas. Saya menganut itu.

Bapak dikenal sebagai hakim tanpa ampun. Apakah pernah sekali saja membebaskan kasus korupsi?

Kalau untuk kasus korupsi, saya kira tidak pernah. Saya ini melaksanakan tugas sebagai hakim di MA untuk menyatukan dan membenarkan jika ada putusan yang pertimbangannya tidak nalar. Hal-hal seperti ini perlu dicermati. Kalau ada bias nurani dari hakim atau penegak hukum seperti jaksa, yang rugi adalah negara dan rakyat.

Saya menjatuhkan putusan berorientasi pada nilai keadilan supaya tidak banyak penduduk miskin akibat korupsi.

Apakah orientasi nilai itu bisa mengesampingkan hal-hal yang bersifat formal prosedural?

Hakim itu di dalam mengadili perkara harus menggali nilai. Jika ada UU yang tidak jelas atau menimbulkan multitafsir, hakim harus mengarah pada yang lebih tinggi, yaitu nilai. Ada tiga nilai, yaitu: kebenaran, keadilan, dan keindahan harmoni sosial. Semua nilai itu abadi.

UU itu, kan, teks. Harus dihidupkan. Jangan dijadikan benda mati ketika menafsirkannya. Dihidupkan itu artinya dibunyikan. Hukum itu, kan, selalu bergerak. Bergerak ke luar, sentrifugal, ke arah masyarakat, pada keadaan sosial ekonomi. Bergerak ke dalam, sentripetal, ke nilai.

Harus mengandung nilai-nilai tadi: kebenaran, keadilan, dan kemanfaatan untuk masyarakat. Itu harus satu kotak. Jadi, kalau membaca UU bukan seperti peti kemas kosong. Di dalam kotak hukum itu ada nilai yang harus dibongkar.

Tugas penegak hukum itu seperti membuka buah, lalu hasilnya disajikan ke masyarakat. Masyarakat, ini lho buahnya. Silakan dinikmati. (Susana Rita)
http://nasional.kompas.com/read/2013...n.Ditoleransi.



jangan putus asa banget sama hukum indonesia, mari terus berdoa supaya terus ada orang-orang berani dan jujur untuk keadilan di Indonesia tercinta kita ini.
.
loading...